Blog untuk Pendidikan

Kamis, 20 November 2014

Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Gaya Komunikatif

SampanPesisir - Pembelajaran (learning) bahasa harus dibedakan dengan pemerolehan (acquiring) bahasa. Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disengaja, maka pembelajaran bahasa diperoleh dengan sengaja. Jika pemerolehan bahasa terjadi karena kehendak kuat untuk menjadi bagian (bersoialisasi dengan) atau kehendak kuat untuk dianggap sebagai warga pemilik bahasa itu, maka pembelajaran bahasa terjadi karena "keinginan" untuk mengenali kehidupan orang-orang yang mempergunakan bahasa itu. Jika pemerolehan  bahasa terjadi secara tidak direncanakan, dirancang, disistematisasikan, maka pembelajaran bahasa terjadi karena pihak lain merancangnya tahap demi tahap, bahan demi bahan, tujuan demi tujuan. Rancangan dari pihak lain dapat saja wujud konkretnya menjadi suatu modul atau program pembelajaran, yang tanpa bantuan orang lain--tanpa guru-- dapat dikuasainya. Jika pemerolehan bahasa terjadi melalui intake(bahan bahasa yang meaningful/contextual/functional), maka pembelajaran bahasa dapat saja terjadi melalui bahan-bahan bahasa tanpa konteks.
Karena diketahui hasilnya sangat efektif, maka cara  memperoleh (acquiring) bahasa seperti disebutkan di atas diadopsi ke dalam pembelajaran (learning) bahasa. Muncullah karena itu cara pembelajaran kontekstual, di mana  materi bahasa dirakit dalam suatu konteks, dipilih sesuai dengan tingkat keseringan kemunculannya, dan dipilih berdasarkan konteks fungsional. Itulah sebabnya, pemilihan materi bahasa harus juga mendasarkan faktor sosiolinguistis dan pragmatis. Faktor sosiaolinguistis menentukan pilihan-pilihan variasi sosiaolinguistis: siapa mitra bicara, dalam konteks apa berbicara, saluran apa yang dipilih, tujuan apa yang dicapai. Faktor pragmatis menentukan pilihan-pilihan variasi kebahasaan berdasarkan tingkat keresmian komunikasi.

          Mempelajari bahasa berdasarkan ciri-ciri seperti yang terjadi pada pemerolehan bahasa itulah yang secara khusus disebut mempelajari bahasa dengan pendekatan komunikatif. Tujuan pokok dari belajar bahasa dengan pendekatan itu adalah dicapainya  kemampuan berkomunikasi pada diri pembelajar. Oleh karena itu, fungsi-fungsi bahasa menjadi pandom (penuntun) pemilihan variasi-variasi bahasa, yang meliputi variasi ucapan, pilihan kosa kata, pilihan bentuk kata, pilihah frasa, klausa, jenis kalimat, urutan unsur-unsur kalimat, bahkan pilihan jenis wacana tertentu. Karena fungsi bahasa harus menuntun pilihan variasi bahasa, maka mau tidak mau konteks ( wacana) menjadi pandonpenting.   

Tujuan Belajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing

SampanPesisir - Mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa asing (termasuk mempelajari bahasa lain sebagai bahasa asing) memiliki tujuan, yaitu tercapainya keterampilan berbahasa pada diri si belajar (learner). Ia menjadi dapat berbahasa, dapat berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa tersebut. Namun demikian, perlu dibedakan adanya dua jenis tujuan, yaitu umum dan khusus. Jika seseorang mempelajari bahasa asing semata-mata untuk dapat berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan umum. Tercapainya tujuan umum seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut BICS (basic interpersonal communication skills). Oleh karena itu, tekanan penguasaan adalah bahasa sehari-hari sehingga dapat dipergunakan untuk kepentingan praktis, misalnya bagaimana si belajar menyapa, menawar, menolak, mempersilakan, mengucapkan terima kasih, menyatakan penyesalan, mengajak, meminta izin, memintakan izin, menyela, menyudahi percakapan, berpamitan, memperkenalkan diri, memperkenalkan temannya, mengeluh, memuji, memberi dan membalas salam, berobat, menelepon, pergi ke bank, dan sebagainya.

Sebaliknya, jika seseorang ingin mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diungkapkan dalam bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan khusus. Misalnya, ia ingin mempelajari kepercayaan yang dianut suatu suku bangsa, atau mempelajari kebudayaan suatu suku bangsa. Tercapainya tujuan seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut CALP (cognitive/academic language proficiency).

Tentu saja, bahan yang diajarkan untuk dua jenis tujuan itu berbeda meskipun pendekatan yang dipergunakan sama; bahkan ciri-ciri kebahasaan bahasa Indonesia yang diajarkan juga berbeda. Soewandi (1993) menyingkat ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya BICS menjadi lima kecenderungan: (1) dipergunakannya bentuk- bentuk kata yang tidak formal, (2) dipergunakannya kosa kata tidak baku, (3) dihilangkannya imbuhan-imbuhan kata (afiks) dan kata-kata tugas yang tidak menimbulkan salah tafsir, (4) penulisan yang tidak baku, dan (5) dipakainya susunan kalimat yang sederhana dan lebih cenderung tidak lengkap. Sebaliknya, ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya CALP ada lima kecenderungan, yaitu ditekankannya penggunaan: (1) bentuk-bentuk kata yang baku, (2) kosa kata teknis dan baku, (3) imbuhan dan kata-kata tugas secara lengkap, (4) kaidah-kaidah penulisan, dan (5) susunan kalimat yang baku, lengkap unsurnya, dan pada umumnya lebih kompleks.

Pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dapat memilih salah satu dari kedua tujuan itu meskipun dapat saja keduanya. Hanya saja, untuk dapat.menguasai CALP, dituntut dimiliknya BICS lebih dahulu. Mengapa? Karena mereka yang mempelajari bahasa dengan tujuan CALP pada umunya mereka yang ingin mendalami salah satu aspek dari kegiatan manusia Indonesia, entah mendalami kebudayaannya, kehidupan sosialnya, atau politiknya, atau manusianya sebagai paguyupan tertentu (antropologis). Untuk dapat mencapai tujuan itu, secara metodologis ia harus menjadi bagian dari kehidupan yang ingin dikenali. Oleh karena itu, mau tidak mau, penguasaan BICS menjadi penolong yang penting dalam penemuan data yang diinginkan.Karena pada umumnya pembelajaran bahasa dibedakan menjadi tiga tingkat--permulaan, tengahan dan lanjutan--kiranya pembelajaran dengan diskusi hanya cocok diterapkan pada pembelajaran bahasa dengan tujuan tercapainya CALP; berarti hanya cocok bagi mereka yang sudah ada di tingkat lanjutan.

Judul makalah itu mengacu, tentu saja, pada tercapainya tujuan belajar bahasa pada tingkat CALP. Mengapa? Karena belajar dengan diskusi mengandaikan "penguasaan bahasa" sudah terpenuhi. Pada tingkat CALP ini, pada umumnya kursus-kursus bahasa Indonesia bagi orang asing menuntut tercapainya profil kompetensi : (1) mampu berbicara tentang topik-topik tertentu sesuai dengan bidang minatnya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar; (2) mampu mendengarkan pembicaraan dalam seminar, mendengarkan berita-berita dari radio dan televisi; (3) mampu membaca teks-teks asli (di majalah, atau surat kabar, terutama untuk memahami ide-ide yang ada di dalamnya), dan (4) mampu mengungkapkan gagasannya secara tertulis dalam bentuk karangan ilmiah. Jika pembelajaran pada tingkat BICS si belajar masih lebih berkutat pada penguasaan bahasa sebagai bekalnya, maka tekanan pembelajaran pada tingkat CALP lebih-lebih pada bagaimana dengan bekal bahasanya itu ia dapat memahami dan mengungkapkan idenya kepada mitra diskusi. Ini tidak berarti bahwa bekal bahasanya sudah dikuasainya secara sempurna. Si belajar masih tetap mempelajari bahasanya, tetapi boleh dikatakan sudah pada tingkat "menyempurnakan/memperbaiki".

Diskusi sebagai Salah Satu Bentuk Pembelajaran Bahasa Asing


SampanPesisir - Istilah diskusi di sini berupa suatu konstruk yang oleh penulis diisi pengertian yang sedikit berbeda dengan istilah diskusi dalam kaitannya dengan debat, dan diskusi dalam kaitannya dengan bentuk pembelajaran pada umumnya. Pengertian umum diskusi adalah membicarakan suatu masalah oleh para peserta diskusi dengan tujuan untuk menemukan pemecahan yang paling baik berdasarkan berbagai masukan. Sebaliknya, debat adalah pembicaraan tentang suatu masalah dengan tujuan untuk memenangkan atau mempertahankan pendapat yang dimiliki oleh peserta debat. Sangat mungkin, pendapat yang dimenangkan bukan yang terbaik.
          Diskusi sebagai suatu bentuk pembelajaran umum adalah suatu cara pembelajaran di mana peserta didik (murid, mahasiswa) mendiskusikan (membicarakan, mencari jawaban bersama) dengan cara saling memberikan pendapatnya, kemudian disaring untuk ditemukan kesimpulan. Tentu saja persyaratan terjadinya pembelajaran dengan diskusi adalah bahwa bahasa benar-benar sudah sangat dikuasai oleh peserta didik.  Guru tidak lagi memberikan perhatian pada bahasa, melainkan pada isi atau materi diskusi.
          Diskusi di dalam makalah ini diberi pengertian sebagai bentuk pembelajaran bahasa asing, di mana para peserta diskusi mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah (topik). Seseorang mempersiapkan pendapatnya secara tertulis dalam bentuk karangan pendek, kemudian disajikan di kelas. Yang lain memberikan tanggapan secara lesan. Kebenaran pendapat yang disampaikan, baik oleh penyaji makalah maupun teman-temannya,  memang perlu diperhatikan, tetapi yang lebih ditekankan adalah bahasa yang dipergunakan benar atau tidak. Di samping itu, kesimpulan pendapat tidak perlu dituntut. Maka, tugas guru (instruktur) lebih pada merekam (mencatat) kesalahan-kesalahan bahasa apa saja yang dibuat oleh peserta diskusi.
          Konteks diskusi di dalam makalah ini mirip dengan apa yang terjadi pada pelaksanaan perkuliahan seminar bahasa dan sastra, atau perkuliahan seminar pengajaran bahasa dan sastra di program studi atau jurusan bahasa dan sastra. Dalam pelaksanaan perkuliahan jenis ini, di samping diperhatikan tercapainya kompetensi sebagai pemakalah dalam menulis makalah, menyajikan makalah, menjawab pertanyaan; dan tercapainya kompetensi sebagai pemandu, penambat, dan pembahas tertunjuk, juga masih diperhatikan bagaimana pembahasaan (cara mengungkapkan dengan bahasa)dalam makalah, bagaimana pemakaian bahasa dalam bertanya jawab, dan menuliskan tambatan.
          Pembelajaran bahasa asing dengan diskusi jarang  terjadi hanya dengan satu pertemuan,  tanpa didahului oleh pertemuan-pertemuan pendahuluan. Mengapa? Karena untuk dapat berdiskusi diperlukan bahan diskusi. Oleh karena itu, sebelum bentuk pembelajaran diskusi dapat diterapkan perlu ada pembelajaran-pembelajaran dengan bentuk pembelajaran lain untuk tujuan membekali bahan, baik bahan diskusi maupun bahan bahasanya sebagai alat diskusi. Menurut pengalaman, dalam suatu kursus bahasa---berarti terjadi secara terencana, dari pertemuan ke pertemuan yang lain--pelaksanaan pembelajaran bahasa asing dengan diskusi menjadi efektif jika diawali dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan topik-topik yang berhubungan; baru pada awal pertemuan-pertemuan berikutnya (konkretnya pada awal minggu berikutnya) dilaksanakan pembelajaran dengan diskusi. Bahan diskusi berupa perpaduan (ramuan atau olahan) dari topik-topik yang dipelajari pada pertemuan-pertemuan sebelumnya..

          Mengapa bentuk diskusi cocok untuk pencapaian bahasa tingkat CALP? Menurut pengalaman, belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan bentuk diskusi memiliki keuntungan-keuntungan berikut. Pertama, dengan diskusi, memang materi bahasa bagi pembelajar "tidak" menjadi fokus perhatian mereka. (Materi bahasa menjadi perhatian pada waktu persiapan diskusi, yaitu pada waktu pertemuan-pertemuan pendahuluan). Yang menjadi fokusnya justru bagaimana pembelajar mengemukakan pendapatnya dengan logika, data, dan gagasannya. Bagi pembelajar tingkat lanjutan, berarti pada tingkat dicapainya CALP, kemampuan berbahasa "sudah" mereka miliki. Jadi, rasa takut salah dalam berbahasa sudah berkurang, atau bahkan dapat dihindari. Kedua, dengan diskusi, pembelajar "dipaksa" mengemukakan pendapatnya. Keterpaksaan itu justru mendorong pembelajar--tanpa "takut" salah dalam berbahasa--dengan sekuat tenaga dan sebanyak yang dimiliki untuk digunakan pada waktu menjadi pemakalah, atau pembahas, atau pemandu, atau notulis (penambat). Ketiga, semua keterampilan--mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis--dipelajari. Keempat, bagi pembelajar lanjut, yang pada umumnya adalah mereka yang duduk di perguruan tinggi, karena terjadinya transfer of learning, apa yang pernah diperolehnya--dalam hal ini penguasaan tentang aturan-aturan membuat makalah, dan sebagainya--dengan mudah dapat dimanfaatkan. 

Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa dengan Diskusi

SampanPesisir - Dengan memakai pengalaman mengajar beberapa tahun yang lalu, maka pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan diskusi perlu melalui pertemuan-pertemuan pendahuluan dengan materi diskusi yang saling berkaitan, dan dengan materi bahasa yang berkelanjutan. Pada pelaksanaan diskusinya sendiri terdapat kegiatan sebagai berikut. Seseorang ditunjuk menyajikan apa yang ditulis. Sebelumnya karangan yang disusunnya dibagikan kepada teman-temannya, dan kepada guru atau instrukturnya.


Karena diskusi di sini merupakan bentuk pembelajaran dan masih tetap ditekankan pada penyempurnaan penguasaan bahasa, maka tidak diperlukan pemandu khusus. Instruktur sendiri yang mengatur jalannya "diskusi", di samping tugasnya yang pokok, yaitu mencatat--syukur dapat merekam-- kesalahan yang dibuat, baik oleh pemakalah maupun oleh yang lain, terutama kesalahan pada pemilihan kosa kata, penulisan kata, pemakaian dan pemilihan bentuk kata, pengucapan kata dan kalimat, penyusuna kata menjadi kalimat, dan menjadi paragraf. Kesalahan-kesalahan bahasa yang dibicarakan lebih ditekankan pada penyimpangannya dari kebakuan bahasa seperti yang diuraikan di muka sebagai ciri diperolehnya kompetensi CALP. Unsur sosiolinguistis dan pragmatis dari penggunaan bahasa itu juga perlu diperhatikan. Jika dianggap perlu dapat ditambahkan cultural notes dan etika berdiskusi. Tentu saja, karena dalam kursus-kursus bahasa asing terkandung unsur promosi, instruktur perlu juga bercerita sebagai pelengkap (pengayaan) terhadap topik-topik itu. (sayang tidak tersimpan satu contoh makalah yang peserta waktu itu).


          Poedjosoedarmo (2001) memberikan data yang menarik., yang terjadi di Amerika serikat sebagai berikut.
         

�To attain an advanced level of competence, for example in the USA, where English is a native language, in most universities students are required to take a test on English, and it means a test on writing essay. This is why, books on Essay Writing and Thesaurus are important for college students. Students need to consult to a dictionary of synonyms or a thesaurus to make them able to chose the right words in their essays. In Indonesia, to well known intellectuals also spent a lot of times publishing their writings before they become famous. Good writing skill seems to be very important in developing advanced language competence.

Makalah Ragam Bahasa Indonesia-Suroboyoan dalam Komunikasi via SMS


Oleh:
Anneke Heritaningsih Tupan
atupan@peter.petra.ac.id
BIPA FS-UK PETRA


Abstrak
Lancar berbicara dalam Bahasa Indonesia (BI) adalah kemampuan yang ingin dimiliki oleh setiap Penutur Asing (PA) atau pembelajar yang belajar Bahasa Indonesia. Pernyataan ini tidak dapat dipungkiri karena PA yang belajar BI ingin menggunakan bahasa yang sedang dipelarinya untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mencapai keinginan tersebut, aspek keseharian dalam berinteraksi menjadi bagian yang harus dicermati oleh para pengajar BIPA. Kenyataan dilapangan dapat membuat PA �frustasi� karena ragam BI yang dipelajarinya di kelas sering tidak dapat digunakan sepenuhnya ketika mereka berinteraksi dengan para penutur asli. Hal ini disebabkan karena ragam bahasa yang digunakan penutur asli, dalam konteks pergaulan, kurang atau sama sekali tidak dapat dipahami PA. Kenyataan ini adalah tantangan bagi pengajar BIPA untuk senantiasa mengupdate bahan ajarnya dengan menyisipkan berbagai latihan guna menjembatani pembelajaran BI di kelas dengan ragam bahasa Indonesia yang dijumpai di luar kelas. Makalah ini bertujuan membagikan pengalaman penulis tentang peran dan fungsi ragam bahasa dalam pengajaran BIPA kepada sekelompok mahasiswa Korea yang kuliah di UK Petra. Dalam pengajaran BIPA, penulis menyisipkan pengajaran ragam bahasa Indonesia-Suroboyoan melalui beragam latihan menulis pesan melalui SMS dari mahasiswa Korea kepada mahasiswa penutur asli.


  1. Pendahuluan
Banyak hal yang dapat menentukan keberhasilan suatu kegiatan pengajaran BIPA, diantaranya motivasi pembelajar, keahlian dan ketrampilan pengajar, metode pengajaran, dan penyediaan materi ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajar. Pada makalah ini penulis  membahas salah satu aspek saja, yaitu perancangan materi ajar yang bermuatan ragam bahasa Indonesia-Suroboyoan dengan pendekatan komunikatif integratif.
Mengapa ragam bahasa Indonesia-Suroboyoan? Di Indonesia terdapat banyak ragam bahasa, misalnya ragam Bahasa Indonesia resmi, ragam Bahasa Indonesia lokal, ragam Bahasa Indonesia dialek Jakarta, ragam Bahasa Indonesia-Suroboyoan dst. Bila proses belajar BIPA terjadi di luar negeri, mungkin cukup mengajarkan ragam Bahasa Indonesia baku saja tetapi bila proses tersebut berlangsung di Indonesia, perlu dipertimbangkan rancangan penyajian materi ragam Bahasa Indonesia nonbaku. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan dimana pembelajar (Penutur Asing/PA)  belajar Bahasa Indonesia. Ragam bahasa Indonesia-Suroboyoan dipilih karena pembelajar belajar Bahasa Indonesia di Surabaya, di kampus Universitas Kristen Petra. Dalam berinteraksi, pembelajar menggunakan bahasa Indonesia yang dipelajarinya di kelas baik secara lisan maupun tertulis .
Kenyataan yang terjadi di lapangan dapat membuat pembelajar �frustasi� karena ragam Bahasa Indonesia yang dipelajarinya di kelas sering tidak dapat digunakan sepenuhnya ketika mereka berinteraksi dengan para penutur asli. Hal ini disebabkan karena ragam bahasa yang digunakan penutur asli, dalam konteks pergaulan, adalah ragam bahasa Indonesia-Suroboyoan yang  kurang atau sama sekali tidak dapat dipahami pembelajar. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pengajar BIPA untuk senantiasa mengupdate bahan ajarnya dengan menyisipkan berbagai latihan, misalnya mengirim pesan melalui SMS,  guna menjembatani pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas dengan ragam bahasa Indonesia-Suroboyoan yang dijumpai di luar kelas.
           
B.     Pentingnya Perancangan Materi Ajar BIPA dengan Pendekatan Komunikatif Integratif

            Dalam belajar bahasa asing dikenal empat macam kemahiran bahasa (four skills), yaitu kemahiran mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Kemahiran mendengar dan membaca bersifat reseptif, sedang kemahiran berbicara dan menulis bersifat produktif. Penguasaan bahasa yang ideal mencakup keempat jenis kemahiran tersebut, walaupun kenyataannya ada siswa yang cepat mahir berbicara tetapi lemah dalam menulis atau sebaliknya (Lado, 1985).
            Terkait retensi atau kemampuan mengingat kembali unsur-unsur bahasa yang sudah dipelajari, kemahiran membaca mempunyai derajat yang paling rendah. Seperti dilaporkan oleh Eskey (1986) pada umumnya pembelajar hanya 10% mengingat dari apa yang mereka baca, 20% dari apa yang mereka dengar, 30% dari apa yang mereka lihat, 50% dari apa yang mereka dengar dan lihat, 70% dari apa yang mereka katakan dan tulis, dan 90% dari apa yang mereka katakan seperti yang mereka lakukan. Mengingat rendahnya kemampuan mengingat dari apa yang mereka baca dan dengar dalam proses belajar bahasa asing, maka pelajaran membaca, mendengar, dan berbicara harus mendapat perhatian yang seksama.
            Penggunaan pendekatan yang tepat dan pemilihan bahan ajar yang fungsional memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa asing. Seperti dijelaskan oleh Klippel (1987, p. 4) para pembelajar yang termasuk lower-level cognitive skillsmemerlukan materi pelajaran yang menekankan identifikasi bentuk; sedangkan para pembelajar yang termasuk higher-level cognitive skills memerlukan materi pelajaran yang menekankan interpretasi makna. Oleh karena itu, dalam merancang materi ajar  BIPA yang ditujukan untuk lower-level cognitive skills, atau disebut kelas pemula, penulis memilih materi ajar yang fungsional dan menggunakan pendekatan komunikatif integratif. Penggunaan pendekatan tertentu berkorelasi dengan jenis kemahiran dan materi yang dipelajari. Kelas pemula ini biasanya ditandai oleh kemampuan berkomunikasi secara minimal tentang materi yang dipelajari,  
            Pendekatan komunikatif integratif adalah pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang menekankan aspek komunikatif dan integratif. Komunikatif diartikan sebagai pendekatan yang mengutamakan pembelajar dalam menggunakan bahasa target untuk berkomunikasi secara aktif. Hal in berarti bahwa fokus pembelajaran terletak pada penggunaan bahasa dalam konteks kehidupan sehari-hari.
            Sedangkan yang dimaksud dengan integratif adalah keterpaduan penggunaan empat kemahiran bahasa yaitu mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Dalam pendekatan integratif, pembelajar juga dilibatkan dalam aktivitas di kelas dan di luar kelas, baik dalam bentuk tugas terstruktur maupun dalam bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Dalam hal ini, pembelajar  diberi latihan lisan di kelas dengan cara bermain peran dan diberi tugas untuk berkomunikasi secara tertulis dengan penutur asli dengan cara mengirim pesan melalui SMS. Pengalaman inilah yang akan dibagikan penulis ketika mengajar mahasiswa Korea di kampus UK Petra, mulai dari pemilihan materi, penyajian materi, pemberian tugas/latihan sampai dengan pembahasan tugas.

C.    Pertimbangan Pemilihan Materi
Dalam memilih dan menentukan materi ajar, penulis menggunakan beberapa aspek berikut ini sebagai bahan pertimbangan

1.      Tujuan Pengajaran (umum, khusus, sasaran)
Merumuskan tujuan umum pengajaran Bahasa Indonesia yang akan dicapai, yaitu dapat menguasai Bahasa Indonesia secara komunikatif. Tujuan khusus adalah tujuan yang dikaitkan dengan bidang tertentu dan sasaran adalah tujuan khusus yang lebih sempit lagi, misalnya dalam batas-batas tertentu.

2.      Aspek-aspek Linguistik
Materi ajar yang sudah ditentukan dipilah-pilah dan diklasifikasikan berdasarkan satuan-satuan linguistik, misalnya kosakata, fonologi, morfologi, frasa, klausa, sintaksis dan wacana.

3.      Latar belakang pembelajar dan kebudayaan
Materi ajar yang dipilih dikaitkan dengan latar belakang kondisi pembelajar, misalnya usia (anak2, remaja, dewasa), tingkat pendidikan, kecenderungan minat pembelajar, kebudayaan pembelajar dan kebudayaan Indonesia.

4.      Jangka waktu yang dibutuhkan
Menentukan batasan dan jumlah materi ajar harus disesuaikan dengan tujuan yang telah dirumuskan. Misalnya, untuk mencapai tujuan tertentu dengan batasan dan jumlah materi tertentu dibutuhkan waktu 30 jam dengan rincian 2x tatap muka/minggu a� 2 jam. Jadi waktu yang dibutuhkan adalah 10 minggu.

5.      Tempat berlangsungnya proses belajar mengajar Bahasa Indonesia
Bila proses belajar mengajar Bahasa Indonesia dilakukan di Indonesia, maka ragam bahasa setempat harus diperkenalkan kepada pembelajar. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar pembelajar merasakan langsung bahwa Bahasa Indonesia yang dipelajarinya di kelas sangat berterima ketika digunakan untuk berinteraksi diluar kelas dengan penutur asli/masyarakat.



6.      Suasana percakapan
Suasana dan latarbelakang percakapan yang diajarkan harus bervariasi, misalnya di pasar, di kantor, di toko, di Terminal bis/stasiun/bandara atau pertemuan yang tidak terduga seperti di mall, di restoran dst.

7.      Penguasaan Bahasa Indonesia calon pembelajar.
Apakah calon pembelajar sudah pernah belajar Bahasa indonesia sebelumnya atau calon pembelajar belum pernah relajar Bahasa Indonesia sama sekali.

D.    Penyajian Materi Ajar
            Sesuai dengan pendekatan komunikatif integratif, materi ajar disajikan dalam bentuk percakapan/dialog yang dalam proses belajar mengajarnya mencakup empat kemahiran bahasa, yaitu mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Percakapan sebagai materi ajar bisa dimulai dengan membaca seperti yang disarankan oleh  Nunan (1990) yaitu Guru memberi contoh dengan membaca seluruh percakapan dan pembelajar mendengarkan/menyimak dengan seksama. Setelah itu pembelajar diminta untuk bermain peran secara bergantian dengan sesama temannya. Untuk megembangkan kosakata, pembelajar diminta untuk mengganti kata kunci dengan kata-kata lain dengan memperhatikan unsur tata bahasa (mencakup penjelasan struktur dan pelatihan pola struktur). Bentuk materi pelatihan dapat disajikan dalam bentuk substitusi, pencocokan jalaban, pertanyaan dll. Untuk kegiatan menulis, pembelajar diberi tugas untuk menyusun kata-kata yang diacak menjadi sebuah kalimat atau berkomunikasi secara tertulis melalui SMS dengan teman penutur asli yang telah diberi tugas untuk membantu pembelajar.
            Materi ajar ini disajikan secara bertahap sesuai kebutuhan pembelajar sehingga dapat langsung digunakan pembelajar untuk berinteraksi lisan atau tertulis dengan sesama temannya dalam kehidupan sehar�-hari. Biasanya pembelajar dibantu oleh sesama mahasiswa, yaitu penutur asli yang diberi tugas pendampingan. Tujuan pendampingan ini adalah agar pembelajar dapat beradaptasi dengan lingkungannya  dan menggunakan bahasa yang dipelajarinya dalam komunitas mahasiswa penutur asli yang berbahasa Indonesia dengan ragam bahasa Suroboyoan.

1.      Pertemuan di kampus UK Petra
(Percakapan dibawah ini bisa dibaca dengan saling bertukar peran, setelah itu pembelajar diberi tugas untuk mengganti beberapa kata kunci dengan kata lain untuk menambah kosakata)

Woo Pyong     : Selamat Pagi
Herman           : Selamat Pagi
Woo Pyong     : Boleh saya bertanya?
Herman           : Silahkan. Mau Tanya apa?
Woo Pyong     : Dimana kelas Bahasa Indonesia?
Herman           : Oh, di lantai dua, Ruang B 201
Woo Pyong     : Terimakasih
Herman           : Sama-sama

 Selamat Siang                           Kantin                      di pojok/di ujung
 Selamat Malam             Kamar kecil               di kiri/ di kanan

 Terimakasih                  Sama-sama               Boleh saya bertanya?  
 Makasih                        Kembali                    Boleh tanya, ya?
                                                                         Boleh nanya, ya?                   








Pemahaman:
Jawablah pertanyaan-pertanyaan ini dengan singkat

a.       Siapa yang bertanya kepada Herman?
b.      Sudah kenalkah Herman pada Woo Pyong?
c.       Apa yang ditanyakan Woo Pyong?
d.      Mengapa Woo Pyong bertanya?
e.       Apakah Woo Pyong orang baru di kampus UK Petra
f.       Dari mana Anda tahu kalau Woo Pyong orang baru di kampus UK Petra?
g.      Dapatkah Herman membantu Woo Pyong?

2.      Pertemuan di Kelas Bahasa Indonesia
      Woo Pyong     : Selamat Pagi, Pak
      Guru                : Selamat Pagi
      Woo Pyong     : Apakah ini kelas bahasa Indonesia?
      Guru                : Ya, benar. Anda siapa?
      Woo Pyong     : Saya Woo Pyong, dari Korea. Saya  mau belajar Bahasa
Indonesia
      Guru                : Oh, silahkan masuk. Saya sedang menunggu Anda
      Woo Pyong     : Terimakasih, Pak.

Saya mau    makan      nasi/roti
                    minum     air/teh/kopi
                    mandi
                    belajar     bahasa
                    duduk
                    pulang
Saya mau   ke  kampus
                        mall
                        kantin
                        supermarket
                        dokter
                        kamar kecil
     
      Pemahaman:
      Pilihlah kata yang paling tepat untuk melengkapi kalimat berikut.
     
a.       Wo Pyong memberi ������� kepada seorang bapak
b.      Wo Pyong sedang mencari kelas ��������.
c.       Bapak Guru �������. Wo Pyong ke dalam kelas.
d.      Bapak Guru sedang ��������..  Wo Pyong
e.       Bapak Guru sudah �����. kalau Wo Pyong akan datang hari itu.


ucapan                             Bahasa Korea               Bahasa Indonesia         
menunggu                       mengetahui                    mempersilahkan

     

3.      Bacalah SMS berikut ini.
(Dengan bantuan guru, pembelajar membaca dan memahami isi SMS. Kemudian guru mengecek pemahaman pembelajar dan setelah itu pembelajar diminta untuk membuat jawaban atas SMS tersebut)
                       
                        (a)

Jangan lupa, besok rapat pleno di T AV 501 jam 10. Bilang Aryo, saya agak terlambat , ada kelas MPL � Ratih �

(J lp bsk d rpt pleno d T AV 501 j 10. Bil aryo sy tlt d kls MPL � Ratih-)


      (b)

Mbak, bilang ke ibu kos aku pulang malam, ada tugas terus rapat PHMJ � Mega �

(mb, bil b kos aq pul mlm d tgs trs rpt PHMJ � Mega-)


      �

Selamat Ulang tahun, Maya. Ke? Jangan lupa ngajak aku kalo mau nraktir � Dio �

(S ultah, Maya, ke? J lp ngjk aq klo m nrkt � Dio-)


      (d)

Mas, jemput saya di depan wartel aja, ya. Jam 2 tepat. Jangan telat
- Nuri -

(ms, jmpt sy di dpn wrtl j ya, j 2 tpt. J tlt � Nuri �)


Apa maksud dari SMS tersebut di atas? Isilah bagian kalimat yang kosong berikut ini dengan kata yang tepat.
a.       Ratih mau temannya tidak .................... tentang rapat pleno besok.
b.      Mega minta .................... kepada temannya.
c.       Dio mengucapkan .................................... kepada Maya.
d.      Nuri minta ...................................... di depan wartel jam 14:00.

4.      Jawaban SMS pembelajar

(a)

Maaf, Ratih. Saya rapat terlambat. Ada quiz sampai jam 11 (Mee Ding)

      (b)

Ya, hati-hati. Terimakasih (Yoo Ming)


      (c)

Terimakasih. Umur saya ke 20 (Sue Ling)


      (d)

Baik. Jam 2 saya datang jemput. Terimakasih (Woo Pyong)



5.      Contoh SMS antar pembelajar dengan teman penutur asli

Contoh:

Pyong, aq tunggu di kantin. Cepet, yo. Selak abis makanan favmu.
- Agus -



Ya. Saya sedang berjalan. Tolong pesan Selak Abis. Enak, ya? Dingin? - Pyong



Ngawur, kon. Maksudku sate ayam favoritmu. Ayo cepetaaaan � Agus



Catatan:
Dari jawaban SMS Pyong, tampak bahwa Pyong kurang memahami isi SMS dari Agus. Ketika masalah ini didiskusikan di kelas, diketahui bahwa ketidak mengertian Pyong disebabkan Agus menggunakan bahasa Indonesia Suroboyoan. Untuk latihan selanjutnya, guru membantu Pyong  memperkaya Bahasa Indonesianya dengan ragam bahasa daerah Surabaya.

6.      Kata Tanya dalam Bahasa Indonesia
a.   Kata Tanya untuk menanyakan tempat:
      di mana, di manakah
      ke mana, ke manakah
      dari mana, dari manakah
                        b.   Kata Tanya untuk menanyakan waktu:
                              bila, kapan, bilakah, kapankah
                        c.   Kata Tanya untuk menanyakan orang:
                              siapa, siapakah
e.       Kata Tanya untuk menanyakan cara:
bagaimana, bagaimanakah
f.       Kata Tanya untuk menanyakan alasan:
mengana, mengapakah
g.      Kata Tanya untuk menanyakan sesuatu atau keadaan:
apa, apakah

            Berdasarkan contoh materi ajar tersebut di atas dan cara penyajian yang dikemukakan, dapat terlihat dengan jelas bahwa materi dan penyajiannya sangat dekat dengan keberadaan kehidupan pembelajar sehar�-hari (fungsional). Materi ajar ini memang sengaja dirancang sedemikian rupa agar pembelajar dapat mempraktikan langsung apa yang baru dipelajarinya di kelas dalam kebutuhannya berinteraksi dengan teman-temannya di luar kelas. Penulis menggunakan metode langsung dalam penyajian materi ajar BIPA, yaitu hanya menggunakan Bahasa Indonesia kecuali dalam keadaan terpaksa, penulis menggunakan bahasa Inggris.

E.     Kesimpulan dan Saran
            Dalam merancang materi ajar BIPA, penggunaan materi ajar yang fungsional dengan pendekatan komunikatif integratif memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Masukan yang diperoleh guru dari pembelajar melalui latihan yang diberikan di kelas maupun di luar kelas, sebaiknya digunakan untuk memperkaya latihan berikutnya. Dengan kata lain, selama proses belajar mengajar berlangsung maka materi ajar selalu terbuka untuk dimodifikasi sesuai kebutuhan pembelajar.
            Bantuan yang diberikan kepada pembelajar berupa pendampingan oleh mahasiswa penutur asli sangat bermanfaat. Ketika pembelajar mendapat kesulitan di luar kelas, ybs dapat segera menghubungi mahasiswa pendamping yang ditunjuk dan mendapat bantuan yang dibutuhkan tanpa harus menunggu atau merasa kebingungan terutama ketika kesulitan yang dihadapi terkait ragam bahasa Indonesia-Suroboyoan. Penulis menyarankan bahwa sebaiknya guru BIPA sedikitnya menguasai dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
     

REFERENSI

Dubin, F, and D.E Eskey and W Grabe. 1986. Teaching Second Language: Reading for Academic Purposes. Addison: Wesley Publishing Co.

      Klippel, F. 1987. Keep Talking: Communicative Fluency activities for Language
               Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.

Lado, R. 1985. Memory Span as a Factor in Second Language Learning, dalam IRAL 3:23-129.

     Nunan, D. 1990. Designing Tasks for Communicative Classroom. Cambridge: Cambridge UniversityPress.


MAKALAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Ada dua kasus yang melatari penerapan EYD sebagai salah satu kriteria kelayakan sebuah naskah. Kasus pertama yaitu terkadang tidak mampunya Pedoman EYD menjawab beberapa persoalan dalam masalah tatatulis naskah, baik dalam penggunaan kata baku, istilah, tanda baca, maupun singkatan/akronim. Kasus kedua yaitu kurangnya pemahaman penulis naskah, termasuk penerjemah, terhadap EYD itu sendiri sehingga kesalahan-kesalahan elementer dalam penulisan naskah masih sering terjadi, seperti penggunaan kata nonbaku dan penggunaan tanda baca yang keliru.
Dalam kasus pertama, buku Pedoman EYD ataupun Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak bisa semata-mata dijadikan acuan untuk menilai kelayakan naskah, pun termasuk dijadikan satu-satunya referensi untuk penyuntingan naskah. Karena itu, para penulis ataupun penerbit perlu mencari solusi kebahasaan yang lain dan menetapkan suatu keputusan yang ajek sebagai gayapenulisan.
Sebetulnya masalah untuk kasus pertama ini sudah lama dikaji dan akhirnya muncullah gagasan membuat semacam buku pedoman gaya selingkung (house style) penerbitan dalam bahasa Indonesia. Pada awalnya gagasan ini akan dilaksanakan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas. Akan tetapi, entah mengapa sampai sekarang buku pedoman gaya selingkung ini tidak pernah selesai.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata?
2.      Bagaimana cara penggunaan EYD yang benar pada penulisan partikel,singkatan,akronim dan angka?
3.      Bagaimana cara penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD
C.     Tujuan Makalah
1.      mengidentifikasi penggunaan EYD yang benar dan baku
2.      mengidentifikasi penulisan kata yang benar sesuai dengan  EYD

D.     Manfaat Makalah
Makalah ini bermanfaat sebagai acuan pembelajaran EYD yang lebih maksimal untuk masa yang akan dating,minimal untuk bahan kajian yang mengacu kepada kemajuan dimasa yang akan datang.



























BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

A.     Asep Syamsul M. Romli ( dosen mata kuliah bahasa jurnalistik) menjelaskan peran EYD dan penggunaan EYD dalam bahasa jurnalistik. Beliau menjelaskan, EYD merupakan aturan tata Bahasa Indonesia yang baku. Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa Indonesia. Siapa pun, kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara benar dan baik, maka harus mengacu pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan Pancasila. EYD pun memiliki pengecualian, biasanya pada penulisan judul. EYD yang digunakan saat ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan Bruneidarussalam.
B.     Ejaan yang Disempurnakan (EYD) tetap menjadi acuan bagi para penerbit yang menyadari pentingnya penerapan bahasa secara standar dalam karya atau produk bernama buku. Karena itu, bagi banyak penerbit, salah satu poin kriteria kelayakan naskah adalah naskah ditulis dengan bahasa Indonesia yang standar atau mengikuti pedoman EYD, terutama untuk naskah-naskah nonfiksi. Namun, dalam praktiknya, penerapan EYD tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan oleh penerbit serta tidak semuanya naskah ditulis dengan penerapan EYD.














BAB III
PEMBAHASAN

A.     Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata
1.      Penggunaan Huruf Kapital
a.       Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
b.      Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
c.       Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.
d.      Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-IlmuSosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-UndangDasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
e.       Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua  Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.
2.      Penulisan Huruf Miring
a.       Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b.      Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.

c.       Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
3.      Penulisan Kata Turunan
a.       Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
b.      Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.
4.      Penulisan Gabungan Kata
a.       Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b.       Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.
B.     Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.
1.      PENULISAN PARTIKEL
Penulisan partikel -lah, -kah, dan �tah Pedoman EYD menetapkan ketentuan pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan �tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah, apakah,  siapakah, apatah.
a.      Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.
b.      Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
2.      PENULISAN SINGKATAN
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.


a.       Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
b.      Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
3.      PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
a.       Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b.      Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYDmengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesiayang lazim
4.      PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.      PENULISAN LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c.       Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com

C.     Penggunaan Tanda Baca
1.      Tanda Titik (. )
a.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
               Biarlah mereka duduk di sana.               Dia menanyakan siapa yang akan datang.
b.      Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
  Misalnya:  A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c.       Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc. Hk.              (Bakalaureat Hukum)             Dr.                   (Doktor)           
2.      Tanda Koma ( , )
a.       Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.

Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
 Satu, dua, . . . tiga! 
b.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan. 
Misalnya:  Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
                Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim. 
3.      Tanda Titik Koma (; ) 
a.       Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian�bagian kalimat yang sejenis dan setara. 
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga. 
b.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. 
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.

4.      Tanda Titik Dua ( : ) 
a.       Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. 
Misalnva: Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni
Umum dan Ekonomi Perusahaan. 
b.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
   Misalnya:    a.  Ketua      : Ahmad Wijaya                     Sekretaris : S. Handayani                     Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang    : Ruang 104    Pengantar Acara : Bambang S.    Hari                  : Senin    Jam                  : 9.30 pagi 
5.      Tanda Hubung ( - ) 
a.       Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
... ada cara ba�-
ru juga. 
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris. 
b.      Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
Misalnya:
.. . cara baru meng�-
ukur panas.
... cara baru me-
ngukur kelapa.
... alat pertahan�-
an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
c.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:  anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
6.      Tanda Pisah ( - )
a.       Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
  
khusus di luar bangun kalimat. 
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri. 
b.      Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. 
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini juga pembedahan atom- tidak men�gubah konsepsi kita tentang alam semesta.
7.      Tanda Elipsis ( ... )
 
a.       Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.

Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak. 
b.      Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
  1. Tanda Tanya ( ? )
a.       Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya Misalnya: Kapan ia berangkat?
                  Saudara tahu bukan?
b.      Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang. 
  1. Tanda Seru (!) 
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat. 
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!              Bersihkan kamar ini sekarang juga!              Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!              Merdeka! 
  1. Tanda Kurung (   ) 
a.       Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. 
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai. 
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. 
Misalnya:  Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c.       Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya:  Faktor-faktor produksi menyangkut masalah berikut:               (a) alam,
               (b) tenaga kerja, dan                (c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.  
  1. Tanda Kurung Siku ([... ]) 
a.       Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.         
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik. 
b.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. 
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak dibicarakan.) 
12.  Tanda Petik ("... ") 
a.       Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.  
Misalnya:  "Sudah siap?" tanya Awal.              "Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!" 
b.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat. 
Misalnya:  Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat
13.  Tanda Petik Tunggal ( ' ... ' ) 
a.       Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.       
Misalnya:  Tanya Basri, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?"               "Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',               dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b.      Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung) 
Misalnya:  rate of inflation          �laju inflasi�

14.  Tanda Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa) 
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.           
Misalnya:  kata2              lebih2              sekali2 
15.  Tanda Garis Miring ( / ) 
a.       Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat
Misalnya: No. 7/PK/1973 
b.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat. 
Misalnya:  mahasiswa/mahasiswi              harganya Rp 15,00/lembar              Jalan Daksinapati IV/3 
16.  Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ' ) 
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata. 
Misalnya:  Ali 'kan kusurati        ('kan = akan)  Malam 'lah tiba        ('lah = telah)


  

BAB IV
Kesimpulan
            Ejaan merupakan keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa. Ejaan yang disempurnakan bertujuan untuk dapat berkomunikasi dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam EYD, seperti :
1. Pemakaian huruf   
3. Penulisan kata

4. Pemakaian tanda baca 


Copyright : irwansahaja.blospot.com

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *