Blog untuk Pendidikan

Kamis, 17 November 2016

Cerita Sambas Kemponan Nasek Nek Uwan Karya: Binardi Rizi

SampanPesisir - Di suatu Desa yang terletak di Kecamatan Semparuk, Desa tersebut diberi nama Desa Singaraya. Ada seorang nenek dan cucu perempuan yang bernama Sarpiah, mereka hidup dalam keadaan ekonomi yang tidak tercukupi. Ibunya Sarpiah sudah lama meninggal dunia dan sejak ibunya Sarpiah meninggal ayahnya pun tidak pernah pulang ke rumahnya lagi.

Sumber gambar: Poskota News

Sejak Sarpiah berusia 2 tahun, sang nenek merawatnya hingga sekarang sudah berumur 7 tahun. Neneknya yang sudah tua itu bekerja sebagai penjual kue goreng pisang, bakwan, korket dan lain-lain. Kue itu merupakan titipan Bu Ina yang dijual dengan menjajakan ke kampungnya.

Di rumah kecil atau bisa dikatakan gubuk itu, Sarpiah menanyakan ke mana orang tuanya. Saat itu neneknya ingin menidurkan Sarpiah.

“Wan, umakku ke mane? Tang daan suah aku meliatnye?”, kata Sarpiah.

“Umakmu danggan ayahmu ke Malaysia nong”, jawab nenek.

“Bile umak danggan ayah balik, wan?”, tanya Sarpiah.

“Nunggu kau udah bassar, kala’ umak danggan ayahmu balik ke rumah”, jawab nenek.

“Ooh gayye, uwan ballom nak tidok ke?”, Sarpiah kembali bertanya.

“Ballom maseh nong, kau tidok dah sie”, jawab nenek sambil tersenyum.

Sarpiah pun tertidur, nenek berdo’a dalam hatinya.

“Ya Allah, mudahannye cuccok ku tok jadi urang yang begune kala’, amiin”, do’a nenek dengan penuh harap.

Sang nenek pun tertidur di lantai beralaskan tikar yang sekiranya tidak layak untuk dipakai. Dengan tenang nenekpun tertidur hingga subuh menanti.

Ketika azan Sholat Subuh berkumandang, lalu bangunlah nenek dari tempat tidurnya langsung bergegas mengambil wudhu di depan gubuknya itu, kemudian ia melaksanakan kewajibannya untuk Sholat Subuh.

Seusai Sholat Subuh, nenek memasak nasi dan memanaskan lauk semalam. Sambil menunggu nasi matang, ia menyiapkan barang-barang yang akan ia gunakan untuk berjualan kue.

Tidak lama, Sarpiahpun terbangun dari tidurnya kemudian langsung mendatangi neneknya yang sedang membolak-balikkan nasi.

“wan, udah masak ke nasek kite?”, tanya Sarpiah.

“ballom nong, bantar agek tok ee”, jawab nenek.

“ooh, mun gaye Piah nak mandek dolok wan”, pungkas Sarpiah.

“aok, mandeklah udah sinun, uwan ballom malli sabun nong”, ungkap nenek.

“daan ape-ape wan”, ungkap Sarpiah.

Sarpiah mengambil handuk, langsung menuju tempat mandi. Sarpiah mandi di tepi sungai. Kemudian bertemu dengan temannya yang ingin mandi juga.

“nak mandek juak ke nor?”, tanya Sarpiah.

“daan, nak ke umme tok ee, dah tau urang bawak andok pasti nak mandek lah yah”, jawab Sinor.

“haha, mandek di jamban sinun lah kite dah”, ajak Sarpiah.

“boleh be, dah kite ke sinun”, ungkap Sinor.

Tak lama mereka mandi, merekapun langsung pulang ke rumahnya masing-masing. Tiba di gubuk, perut Sarpiah terasa lapar ia pun menuju dapur, didapati nenek sudah pergi berangkat menjajakan kue titipan orang. Terlihat tidak ada bekas nenek selesai makan, ternyata nenek berangkat dengan perut kosong untuk menjajakan kue.

Siang hari sekitar pukul 11:30, nenek habis menjajakan kue titipan. Ia pun langsung memberikan uang kepada orang yang menitipkan kue itu. Setelah itu, nenek langsung pulang. Didapatinya nasi dan lauk tinggal sedikit, nenek pun langsung memakan nasi dan lauk itu. Tak lama kemudian Sarpiah datang dari rumah temannya.

“wan, ade ke nasek? Nak makan rasenye tok wan?”, tanya Sarpiah.

“udah uwan makan nong, tadek sisak sikit naang, uwan abisse’”, jawab nenek.

“berapi agek lah wan, Piah nak maing dolok”, ungkap Sarpiah.

Sarpiah langsung berlari untuk menemui temannya dan ingin bermain. Dan tidak menghiraukan omongan neneknya.

“japai dolok nong, kala’ kemponan”, tegas nenek.

Sarpiah berlari, tak disangka kakinya tersandung batu dekat dengan Sungai. Ia langsung meyebur ke Sungai didapati di depannya ada tunggul kayu yang runcing. Badan Sarpiah pun tertusuk tunggul kayu tersebut. Nyawa Sarpiah tidak tertolong lagi.

Neneknya sangat bersedih ketika melihat cucunya terbaring tanpa nyawa. Setiap malam nenek selalu merenungkan cucunya.

Semoga bermanfaat, mari lestarikan budaya daerah kita. Sebagai pendidikan dan moral kita.
Penulis: Binardi Rizi

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *